mobil bekas

Mobil Bekas /center>

Jumat, 02 Maret 2012

JANGANLAH KUATIR

Matius 6:25-34
Kekuatiran! Inilah kata yang sudah sering kita dengar dan sesuatu yang sudah sering kita alami. Siapakah di antara kita yang tidak pernah merasa kuatir? Jika kita mau jujur, maka sesungguhnya hidup ini tidak pernah dilewati tanpa rasa kuatir. Adakah petani yang tidak merasa kuatir  kalau-kalau hujan tidak turun dan panennya gagal? Adakah seorang bisnisman atau bisniswoman yang tidak kuatir kalau usahanya bangkrut dalam situasi ekonomi negara yang semacam ini? Adakah seorang pencari kerja yang tidak kuatir kalau-kalau lamarannya ditolak? Rasanya sangat sulit memisahkan hidup ini dari rasa kuatir.
 Jika demikian mengapa Yesus melarang kita untuk kuatir? Bukankah kekuatiran itu adalah suatu hal yang wajar? Bukankah kekuatiran itu normal atau lumrah? Yesus berkata : “Jangan kuatir akan hidupmu….” (ayat 25). Jika kita mengerti bahasa asli dari teks ini (Yunani) maka kata “kuatir” di sini memakai kata “merimna” (merimna) yang tidak menunjuk kepada rasa kuatir yang biasa atau yang alamiah melainkan kepada suatu rasa kuatir yang dalam level yang lebih tinggi. Merimna mempunyai dua arti yakni Pertama : Berbuat sesuatu yang tidak baik (bersifat aktif) dan Kedua : Tidak berbuat sesuatu yang baik (bersifat pasif).
 Seorang petani kuatir tidak akan turun hujan lalu mencari dukun atau paranormal untuk menurunkan hujan. Seorang bisnisman atau bisniswoman yang takut bangkrut lalu berusaha mendepak / menendang rekan bisnisnya dengan cara yang tidak terpuji. Pencari kerja yang takut lamarannya ditolak lalu mulai berusaha sogok sini sogok sana, suap sini suap sana. Inilah “merimna”, suatu kekuatiran yang bertentangan dengan kehendak Allah. Namun dalam arti yang kedua seorang petani yang kuatir tidak akan turun hujan akhirnya memutuskan untuk tidak menanam apa-apa. Seorang yang kuatir akan banyaknya saingan dalam mencari pekerjaan akhirnya tidak mau mencari pekerjaan sama sekali. Seorang calon mahasiswa yang menguatirkan kemampuan intelektualnya memutuskan untuk tidak kuliah. Inilah “merimna”. Disatu sisi merimna itu membuat orang melakukan sesuatu yang tidak baik tetapi di sisi yang lain membuat orang tidak melakukan sesuatu yang baik. Kekuatiran semacam inilah yang sementara dikecam oleh Yesus :
“Jangan kuatir (merimna) akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum dan jangan kuatir pula akan tubuhmu akan apa yang hendak kamu pakai (ayat 25a)”
Mengapa kita tidak perlu kuatir?
1. Karena kekuatIran tIdak mempunyaI manfaat apa-apa
 Ayat 27 berkata : “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”  Sesungguhnya ayat ini mau berkata bahwa kekuatiran tidak bisa menambah sehasta pun (kira-kira 45 cm) dari jalan hidup manusia. Itu berarti bahwa kekuatiran tidak mempunyai manfaat apa-apa, dan kalau sesuatu tidak mempunyai manfaat apa-apa bahkan justru hanya mendatangkan kerugian, untuk apa dilakukan?  Hanya orang bodoh yang mau melakukan hal itu.
 Kalau anda kuatir tidak dapat jodoh, cobalah kuatirkan itu selama satu minggu, mulai hari Senin sampai hari Minggu, lalu apakah setelah satu minggu anda akan mendapat jodoh? Tidak kan? Kalau anda kuatir tidak lulus ujian, cobalah ambil waktu lebih banyak untuk mengkuatirkan hal itu, lalu apakah anda akan lulus ujian? Tidak kan? Anda bisa saja lulus ujian tetapi itu bukan karena anda kuatir. Jadi kekuatiran itu percuma, tidak punya manfaat apa-apa. Seandainya kekuatiran itu dapat memberikan kepada kita apa yang kita harapkan, maka saran saya adalah marilah kita semua kuatir.
 Mengalami kekuatiran itu berat dan banyak ruginya. Sejak bangun pagi sampai pagi berikutnya dan pagi berikutnya lagi hanya ada ketakutan, kecemasan dan ketidaktentraman. Makan nasi terasa sekam, minum air terasa duri, mengerjakan segala sesuatu tanpa konsentrasi, kepala pusing, pikiran suntuk, tubuh loyo kurang semangat dan sebagainya. Dan semuanya ini membuat anda cepat tua. Mengapa? Karena pada saat kita mengalami ketegangan dan tidak berbahagia, kita menarik turun kira-kira 60 otot wajah. Kita tidak membutuhkan gaya tarik bumi lagi untuk menarik kita ke bawah. Itulah sebabnya orang stress kelihatan lebih tua. Sial benar orang yang kuatir. Sudah bodoh, sial lagi!
 Mau jadi orang bodoh dan sial? Kuatirlah! Maka anda akan tambah bodoh sebab hanya orang yang lebih bodoh lagi (dari sekedar bodoh) yang mau memilih menjadi bodoh dan sial. Ah… semoga anda tidak sebodoh itu.
2. Karena kekuatiran itu pada prinsipnya bertentangan dengan iman
Iman adalah mempercayai Allah. Untuk percaya pada Allah maka orang perlu mengenal Dia. Tidak mungkin orang mempercayai Allah (dalam pengertian iman) tanpa mengenal-Nya terlebih dahulu. Jadi pengenalan akan Allah adalah ciri orang beriman. Kalau orang tidak mengenal Allah maka ia tidak beriman kepada Allah.
 Dalam konteks kekuatiran, Yesus berkata : “Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah” (ayat 32). Ini berarti bahwa orang yang kuatir adalah orang yang tidak mengenal Allah  dan dengan demikian ia bukanlah orang yang beriman. Prinsipnya adalah bahwa kekuatiran itu bertentangan dengan iman. Tidak mungkin seseorang dikatakan beriman padahal pada waktu yang sama ia sementara kuatir. Ingatlah bahwa iman berarti anti kuatir sedangkan kuatir berarti anti iman. Kalau anda berkata “sebenarnya saya beriman tetapi saya kuatir….” Maka anda sementara membuat sebuah kekacauan dalam prinsip-prinsip teologis maupun logika. Anda mengucapkan sesuatu yang bertentangan dalam dirinya sendiri.
 Alkitab berkata : “Orang benar akan hidup oleh iman” . Hiduplah dalam iman dan jangan biarkan satu sisi di hati anda menjadi singgasana kekuatiran karena lambat atau cepat ia akan menelan imanmu. Ron Hisher menulis :
Kekuatiran membuat kita melihat sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Kekuatiran membuat kita menjadi lumpuh sebelum kita akhirnya benar-benar jatuh. Kekuatiran menimbulkan berbagai masalah di mana kedamaian seharusnya justru berada. Percaya dan bergantunglah
kepada Allah untuk mendapatkan jawaban-jawaban yang
akan  mengakhiri kekuatiranmu

Tidak ada komentar: